Sabtu, 27 September 2014

Ihwal Pangan

Ayat ini tidak berbicara tentang kewajiban "memberi pangan", tetapi kewajiban "menganjurkan memberi pangan". Ini berarti setiap orang---walaupun tidak memiliki kelebihan---dituntut sedikitnya berperan sebagai "penganjur pemberian pangan".
FAO (Food Agriculture Organization) pernah memperingati "Hari Pangan Sedunia" dengan memilih Trees for Life (Pohon Bagi Kehidupan) sebagai tema peringatannya.

Bukan mengada-ada jika dikatakan bahwa sejak dini Al-Quran telah membicarakan pangan. Wahyu ke-16 yang diterima oleh Rasul menegaskan kaitan penyediaan pangan dan ketulusan beragama: Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi pangan bagi yang miskin (QS 107: 1-2).

Ayat ini tidak berbicara tentang kewajiban "memberi pangan", tetapi kewajiban "menganjurkan memberi pangan". Ini berarti setiap orang---walaupun tidak memiliki kelebihan---dituntut sedikitnya berperan sebagai "penganjur pemberian pangan".

Tugas ini dapat diperankan oleh siapa pun yang merasakan penderitaan orang lain. Setiap orang harus merasakan kebutuhan orang lain walaupun tidak mampu memberikan bantuan. "Menganjurkan memberi pangan" dan bukan "memberi makan" dimaksudkan agar pemberi tidak merasa memberi makan orang yang butuh karena pangan yang diberikannya itu pada hakikatnya bukan miliknya, tetapi adalah hak orang yang butuh.

Sekarang ini sering didengarkan bahwa sumber daya alam terbatas. Pernahkah direnungkan "mengapa terbatas"? Atau benarkah memang terbatas? Dalam hal pangan, pernahkah direnungkan berapa banyak makanan yang dimakan secara berlebihan, dan berapa yang basi, dan berapa lagi yang dimangsa tikus?

Agama menekankan bahwa sumber daya alam tidaklah kurang, tetapi sikap manusialah yang perlu diluruskan: Dia telah memberikan kepadamu (menyiapkan) segala apa yang kamu harapkan. Jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia sangat aniaya lagi sangat kafir (QS 14: 34).

Nikmat Allah, termasuk sumber daya alam, terlalu banyak untuk dapat dihitung, tetapi manusia abad ini merasakannya terbatas. Ada dua penyebabnya menurut ayat di atas. Pertama, karena manusia sangat aniaya, baik terhadap sumber daya alam maupun terhadap sesama dan diri sendiri. Ia bersikap aniaya terhadap sumber daya alam, karena suka berlaku boros. Dan ia bersikap aniaya terhadap sesama dan diri sendiri, karena kerakusannya sehingga sesamanya tidak kebagian dan dirinya sendiri pun terganggu kesehatan dan ketenangannya. Kedua, karena kekufuran (yang antara lain berari menutupi nikmat Allah yang terpendam dan terbentang di alam raya), enggan mengolah, atau malas mencari alternatif.

Kekufuran dan pendustaan agama, seperti yang dijelaskan di atas, mungkin mengagetkan bagi mereka yang memahami beberagamaan dan keimanan secara tradisional menurut tinjauan hukum. Tetapi, yang diuraikan itulah penilaian Allah. Hukum melihat yang lahir, sementara Allah menilai yang lahir dan batin.

Anda ingin meluruskan sikap manusia? Mulailah dari rumah Anda dulu, dan dari hal-hal yang sederhana. Misalnya, peringatkanlah anggota keluarga agar jangan memasak makanan secara berlebih, dan kalaupun berlebih jangan biarkan menjadi basi. Kalau enggan melahapnya, hadiahkanlah kepada orang lain karena banyak mulut yang menanti. Pada tahun 1980, terdapat kurang lebih 600 juta mulut menganga menanti pangan. Dan kini, tidak kurang dari satu miliar manusia kekurangan pangan. Bersyukurlah, sebab Anda bukan termasuk kelompok dari yang kekurangan pangan ini.[]

M. Quraish ShihabLentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 281-283
..........TERKAIT..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar